Tidak tahu kenapa ketika mencoba hening, terlintas kerinduanku akan sosok yg aku kenal yaitu Romo Siswanto. Beliau adalah pelarianku jika aku lagi sedih, dengan cara yg kurang elegan. Aku akan membuat masalah supaya bisa ketemu Romo Sis dan dihukum. Aku jadi seperti ketagihan yg kalau satu hari saja tidak dimarahi Romo Sis badanku terasa sakit semua. Ketika aku lulus SMA St Albertus Malang (Dempo), aku sempatkan ke sekolah karena rindu bertemu Romo Sis. Aku berdiri di depan ruangannya dan kulihat para terdakwa sedang antri menunggu hukuman. Aku tersenyum dalam hati melihat mereka, karena yg aku rasakan mereka akan mendapatkan suatu dorongan untuk menjadi lebih baik lagi dengan cara yg ajaib. Ketika Romo Sis melihat mantan terdakwanya di depan pintu,"Ayo masuk ke sini!" Aku melangkahkan kaki, senyum Romo Sis mengembang dan dipeluknya aku. Aku gak tahu harus bilang apa, aku mau nangis banyak adik kelas di depan ruangan, jadinya nangis dalam hati saja. Romo Sis adalah orang tua saya yg kedua.
Maafkan aku Romo Direktur aku tidak mengantarmu ketika berpulang ke Bapa.
Hanya doa kecil ini kusampaikan kepada Bapa supaya berkenan menerima kepulangan putraNya.
Romo aku sekarang sudah punya 4 anak yg istimewa, aku berharap aku dapat mendidik mereka dengan teladan Romo padaku.
Selamat jalan Romo Sis...
|
Pater Emmanuel Siswanto Poespowardojo, O.Carm. |
Romo
Sis, demikian dikenal, lahir sebagai putra kedua dari delapan
bersaudara, pada tanggal 22 Desember 1929 di Malang. Pendidikan dasar
dan menengah pertama dijalaninya pada masa penjajahan Belanda dan
Jepang. Pada tahun 1950, Siswanto muda lulus SMA Katolik St.Albertus
Malang, dan dua tahun kemudian mulai merintis upaya mewujudkan
cita-citanya untuk menjadi imam dengan masuk Novisiat Karmel di Batu.
Masa
pembinaan sebagai calon imam dijalaninya dengan lancar. Tahun 1953 ia
mengucapkan kaul pertama, tahun 1956 mengucapkan kaul kekal dan pada
tahun 1959 menerima Sakramen Imamat bersama kakak kandungnya, Romo J.C.
Djanardono Poespowardojo, O.Carm. dan Mgr. F.X. Hadisumarto, O.Carm.
Setelah
ditahbiskan, Romo Sis muda mendapat tugas untuk melanjutkan studi di
bidang ilmu pasti sambil menjadi pengasuh asrama putra Dempo
(1960-1963). Begitu tamat B-1, Romo Sis diangkat menjadi Kepala SMA
Katolik Mater Dei Probolinggo (1963-1967). Kemudian, tahun 1967, Romo
Sis dimutasi dan diangkat menjadi Kepala SMA Katolik St.Albertus Malang,
sekaligus mengajarkan Ilmu Pasti, khususnya Analitika, selama 30 tahun.
Pada masa itulah beliau juga merangkap tugas sebagai pemimpin Ordo
Karmel (Provinsial) selama dua periode (1973-1979), Rektor Seminarium
Marianum di Jalan Talang 3 Malang yang bersebelahan dengan SMA Katolik
St.Albertus.
Mulai
tahun 1979 beliau minta kepada Ordo Karmel untuk disiapkan
penggantinya. Permintaannya itu baru terpenuhi pada tahun 1997. Namun,
berhenti sebagai Kepala Sekolah bukan berarti pensiun. Beliau masih
tetap bersedia menjadi Ketua Yayasan Sancta Maria yang mengelola dua
SMA: SMA Katolik St.Paulus Jember dan SMA Katolik St.Albertus.
Setelah
melaksanakan tugasnya sebagai Ketua Yayasan Sancta Maria selama empat
tahun, beliau diminta untuk diangkat kembali menjadi Kepala SMA Katolik
St.Albertus pada bulan Desember 2001 untuk jangka waktu satu tahun saja.
Namun baru tiga bulan dijalaninya, pada tanggal 3 April 2002 beliau
masuk rumah sakit hingga akhirnya wafat pada tanggal 13 April 2002 pada
pk.04.40 pagi hari di RKZ Surabaya.
Tuhan
punya rencana lain. Lewat proses itu, Tuhan mau menunjukkan kepada kita
semua bahwa seluruh hidup Romo Sis dicurahkan sampai mati demi cintanya
kepada SMA Katolik St.Albertus (Dempo).
Beliau
adalah seorang pribadi yang tahu mengisi hidup ini dengan penuh makna,
baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Sambil mengemban
tugas-tugasnya, beliau masih sempat menerjemahkan sekian banyak buku
bermutu, yang kemudian diterbitkan. Semua orang melihat Romo Sis sebagai
pribadi yang berdisiplin tinggi, setia dan sangat bertanggung jawab
pada tugas. SMA Katolik St.Albertus hampir identik dengan Romo Sis,
bukan sekadar karena lamanya beliau menjadi Kepala Sekolah, tetapi
terlebih karena perhatian dan cinta yang begitu besar kepada para murid
dan alumni serta para guru dan pegawai.
“Disiplin
keras dan sanksi-sanksi berat yang dikenakan kepada kami tidak melukai
atau menyakitkan hati, karena kami tahu dan mengalami betapa Romo Sis
mencintai kami dan menginginkan yang terbaik bagi kami,” demikian
kesaksian para alumni. Beliau dikenal sebagai Karmelit yang tidak banyak
bicara tapi menghayati kharisma Karmel yang bersemuka dengan Allah
dalam kesunyian dan keheningan. Pergaulan yang mesra inilah yang menjadi
sumber cinta Romo Sis kepada orang lain. Karakternya yang tampaknya
pendiam justru mengalirkan pancaran kasih-Nya yang begitu kuat dan
mengubah bukan hanya orang Katolik, tapi juga siapa saja. Itulah sumber
dari mengapa begitu banyak orang merasa kehilangan atas meninggalnya
Romo Sis. (dari Folder kenangan yang dibagikan kepada para pelayat pada misa requiem Romo Sis).